Rabu, 13 Oktober 2010

DRAMA " RAJA SULAIMAN"

Tokoh :
Raja : Sifat bijaksana
Permaisuri : Cerdas dan penuh perhatian
Mbok Rondo : Sengsara tetapi selalu penuh pengharapan.
Anak-anak : Percaya kepada Ibunya
Wanita 1 : Jujur
Wanita 2 : Licik
Pengajaran : Seorang Ibu akan selalu mengasihi anaknya,
bagaimanapun keadaannya. Tuhan juga tidak
pernah meninggalkan umatnya.
Mengajarkan sifat bijaksana, adil dan penuh kasih.
Seting Panggung:
1. Suasana istana
2. Rumah mbok rondo
3. Pertengkaran di Jalan.

Ayat pengajaran: Kasihilah ayah dan ibumu.
Hai orang tua, kasihilah anak-anakmu.

NASKAH DRAMA
Narator :
Di sebuah negeri yang jauh, ada seorang raja yang adil dan bijaksana.
Raja itu bernama Sulaeman. Raja selalu memantau kehidupan rakyatnya.

Situasi :
Raja dan permaisuri sedang duduk di singgasana menyaksikan tarian anak-anak, musik padang pasir)

Raja : Adinda permaisuri, apakah malam ini engkau bahagia?
Ratu : adinda sangat bahagia sekali malam ini.
Ramses : (datang dan sujud menyembah), ampun tuanku baginda raja,
Raja : bangunlah, ada apa Ramses
Ramses : (bangkit berdiri setengah bungkuk). Mentri ekonomi ingin berjumpa
dengan tuanku baginda Raja.
Raja : Persilahkan masuk.
Ramses : baiklah tuank.
Mentri ekonomi : ampun tuanku-baginda raja, hamba ingin melapor kepada baginda.
Raja : Silahkan
Mentri ekonomi : Menurut hasil sensus ekonomi, rakyat kita sudah makmur.
Raja : bagus, bagus…. Tingkatkan kinerja kalian.
Mentri ekonomi : baiklah tuanku Raja, hamba permisi tuan.
Raja : (berbicara pada permaisuri) Adinda, aku mendapat laporan,
rakyat kita sudah makmur, tidak ada lagi kelaparan.
Ratu : Puji Tuhan, kita harus bersyukur, karena Tuham memberkati
negeri ini sehingga aman dan damai. Tetapi kakanda, apakah tidak
lebih baik kalau kanda melihat langsung keadaan rakyat kita?
Raja : (antusias) oh.. iya yah… saran yang bagus sekali! Wah, aku akan
menyamar untuk mengetahui keadaan rakyatku, aku akan pergi ke
desa yang paling jauh di kerajaan kita.
(raja dan ratu bersiap-siap, musik ceria)

Narator :
Sang Raja pun menyamar seperti orang biasa dan dia tidak membawa bekal dan pengawal. Pergilah raja ke sebuah desa yang bernama dadapan. Ia berjalan jauh sekali.sampai di ujung desa, ia melihat bahwa petugas pajak kerajaan tengah menyiksa rakyatnya, karena tidak mampu membayar pajak.

Bpk Tono : (sedang mengarit bambu dan berbincang dengan istrinya).
Ibu Tono : (sedang menggendong bayinya).
Petugas Pajak : Tono, uang pajakmu belum kamu bayar, cepat bayar.
Bpk Tono : (bersujud) ampun tuan, panen kami gagal dimakan wereng.
Petugas Pajak : Tidak mungkin, sekarang juga harus dibayar.
Ibu Tono : Betul tuan, kami tidak punya uang sepeser pun.
Bpk Tono : Betul tuan, bukan kami tidak mau,
Petugas Pajak : (mencabut cambuk dan melucuti bpk Tono)
Kamu melawan perintah Raja… kurang ajar.
Ibu Tono : Tuan, jangan… ampunilah kami tuan…
Raja : ada apa ini….
Petugas Pajak : dia belum bayar pajak, dia sudah berani melawan perintah kerajaan.
Raja : apa tidak bisa dibicarakan baik-baik pak.
Petugas Pajak : barang siapa tidak membayar pajak maka akan di hukum cambuk.
Raja : siapakah membuat peraturan itu?
Petugas Pajak : perintah dari istana kerajaan. kamu siapa? coba tunjukkan KTP mu.
Raja : maaf, tuan aku tidak membawa KTP.
Petugas Pajak : kamu juga harus dihukum, pendatang gelap
Raja : saya datang dari jauh tuan, ingin mencari tumpangan.
Petugas Pajak : (mencabut cambuk dan melucuti raja)…..
Raja : ampun, tuan…

Narator :
Pada hari pertama dalam penyamarannya Raja di anggap pendatang gelap maka diapun dihukum cambuk. Dengan luka-luka di punggung dia mencoba untuk berkeliling melihat rakyatnya. Pada saat itu Pejabat kerajaan pun melintas, begitu juga dengan pendeta, namun seorangpun dari mereka tidak ada yang mau menolongnya, tetapi justru seorang preman yang selama ini hidupnya penuh kekejaman dan merampok mau menolongnya. Marilah kita lihat adengan berikut.

Raja : (berjalan tertatih-tatih, kadang jatuh dan memegangi perut tanda
lapar). Tolong… tolonglah aku…
Mentri ekonomi : minta tolonglah kepada yang lain, masih banyak urusanku. (pergi)
Raja : (dengan suara lirih) Tolong… tolonglah aku…
Pendeta : (membawa Alkitab, ketika melihat Raja dia melirik jam tangannya)
Raja : (dengan suara lirih) Tolong… tolonglah aku…
Pendeta : Aduh.. maaf yah pak.. bukannya saya tidak mau, tetapi sebentar lagi
jam 10 aku harus berkotbah. Nanti terlambat.., lain kali aja pak…
mungkin masih ada orang lain nanti.
Raja : (dengan suara lirih) Tolong… tolonglah aku…
Pendeta : (melihat kiri kanan karena tidak orang dia cepat-cepat pergi)
Preman : (menghunus pisau mengancam raja)
nyawa atau uang… cepat serahkan uangmu….
Raja : aku… tidak punya uang sepeser pun…. tolonglah aku…
Preman : cepat serahkan uangmu…. Sebelum aku bertindak.
Raja : tolonglah aku… aku tidak kuat lagi… tubuhku penuh luka.
Preman : (menyimpan pisaunya), siapakah tuan? dan kenapa bisa seperti ini?
Raja : tubuhku penuh luka… aku baru di cambuk petugas istana.
Preman : baiklah, ini ada obat untuk menghilangkan rasa sakit.
Berbaliklah…. (membubuhi obat kepunggung Raja).
Raja : Trimakasih… siapakah namamu? Apakah pekerjaanmu?
Preman : Tuan tidak perlu tahu siapa aku… karena aku hanya seorang
perampok… hari-hariku penuh dengan dosa.
Raja : Sebenarnya hatimu sangat baik, berhentilah menyakiti orang lain.
Preman : siapakah tuan sebenarnya……
Raja : Namaku suleman, datanglah berkunjung ke istanaku.











Narator :
Pada hari ke dua penyamarannya, tepat pada hari Minggu, Raja pergi berjalan-jalan ke daerah selatan wilayah kerajaannya. Raja bertemu dengan orang-orang yang tidak pergi ke gereja. Mereka masing-masing memberi alasan. Setelah mengetahuinya, ternyata rakyatnya masih banyak yang tidak mengenal berkat Tuhan.

Raja : Tuan… hendak kemana? Apakah tuan tidak ke Gereja?
Petani : Mau keladang mamuro.. .kalau tidak di puro padinya habis dimakan
pidong.
Raja : oooooh….. mamuro… baiklah tuan…
Petani : yang hebat kali lah tuan ini, bertanya-tanya tentang marminggu.
Sedangkan sintua pe ikut mamuro. Kami serentak mamuronya, dia
maklum saja, permisi dulu, buang-buang waktu aku saja.
Raja : silahkan.. silahkan tuan!
Pemancing : (lewat sambil bersiul),
Raja : Tuan… hendak kemana? Apakah tuan tidak ke Gereja?
Pemancing : (dengan wajah sombong), memancing ikan di sungai.
Raja : oh… memancing ikan.
Pemancing : hobby… harus dilaksanakan.
Raja : silahkan.. silahkan tuan!
Raja : Nyoya… hendak kemana? Apakah Nyonya tidak ke Gereja?
Nyoya : Iuran gereja sekarang meningkat, kami tidak sanggup.… dikit-dikit
uang, ini itu uang, tentunya kami yang miskin ini tidak sanggup.
Makan saja terancam pak. Mari pak…
Raja : silahkan.. silahkan nyonya!
Pendeta : (membawa Alkitab, ketika melihat Raja dia melirik jam tangannya)
Raja : Pak Pendeta mau kemana? Apakah tidak memimpin kebaktian?
Pendeta : Saya sudah pening memimpin jemaat ini. Mereka tidak ada yang
mau ke gereja. Lebih baik aku pergi ke gereja besar, disana imanku
lebih tumbuh dan berkembang. Mari…
Raja : silahkan.. silahkan Pak Pendeta!
Nenek-nenek : (lewat pakai tongkat tapi tuli )
Raja : Nenek… hendak kemana? Apakah Nenek tidak ke Gereja?
Nenek-nenek : he…
Raja : (nada setengah kuat) Nenek… mau kemana?
Nenek-nenek : makan? sudah…
Raja : (nada kuat) Nenek… mau kemana?
Nenek-nenek : Raja… ? (langsung bersujud) ampun tuan baginda raja.
Raja : oh.. nenek tuli yah..…
Nenek-nenek : bukan tuli, tapi aku tidak bisa mendengar.

Narator :
Pergilah raja ke arah utara wilayah kerajaannya. Ia berjalan jauh sekali. sampai di ujung desa, ia mendengar suara anak-anak menangis dari sebuah rumah, raja bergegas pergi ke rumah itu. (raja mengintip ke dalam rumah) Rumah itu adalah milik Mbok Rondo dadapan, seorang janda dengan empat orang anak. Mbok Rondo sedang memasak sesuatu di dalam kuali dan anak-anaknya duduk mengitari kuali itu dengan tatapan yang sangat lapar.

Anak 1 : SiMbok, apakah sudah matang? Perutku lapar sekali.
Mbok : Sabar ya, nak. Sabar, Nak. Sebentar lagi sudah akan matang.
Anak 2 : Sepertinya aku sudah tidur dua kali, kenapa belum matang juga?
Mbok : Iya, ubi kali ini mungkin ubi tua, jadi tidak empuk-empuk dimasak.
Sekarang begini ya, bagaimana kalau kalian cicipi kuahnya dulu.
Anak-anak : iya, Mbok. Yang banyak ya kuahnya.
(Mbok Rondo membagi-bagikan kuah ke dalam mangkuk
sambilmenangis.)
Anak3 : Kenapa Si Mbok menangis?
Kami sabar kok menunggu masakannya matang.
Mbok : Iya, iya.minumlah dulu kuahnya, setelah itu kalian pergi tidur, nanti
bangun tidur, pasti ubi ini sudah matang.
(Anak-anakterlihat mulai minum kuah di dalam mangkuk, kemudian
mereka berbaring di atas tikar. Mbok Rondo dadapan mengelus-elus
kepala anaknya sambil menangis)
mbok : ya Tuhan, tolonglah kami, berilah anak-anak ini makan hari ini.
Anak 4 : Apakah aku sudah boleh bangun, mbok?
Mbok : Kenapa tidak boleh nak?
Anak 4 : Kalau aku bangun, ubinya kan harus sudah matang.
Mbok : Coba kita lihat ya! (Si mbok mengetuk-ngetukkan sendok sayur ke
dalam pancinya.) Belum matang nak, masih keras. Tidurlah
sebentar lagi.

Narator :
Raja mendengarkan percakapan anak-beranak itu dari balik jendela. Dia sangat bingung. Ubi apakah yang dimasak begitu lama. Akhirnya Sang Raja tidak sabar untuk mengetahui masakan mbok rondo.

Raja : (Mengetuk pintu) Permisi! Salam!
Mbok : Siapa ? Tunggu sebentar. (mbok berjalan membukakan pintu).
Raja : Maaf ibu, saya seorang pengelana. Saya sedang berjalan melewati
desa ini dan mencium bau masakan ibu yang enak. Bolehkah saya
ikut mencicipinya?
Mbok : (Menangis) Huu…. Hu…. Anak yang baik. (Sambil terisak).
Maafkan saya tidak bisa mengundangmu makan. Karena kami tidak
punya apapun untuk dimakan.
Raja : Benarkah? Kenapa ibu menjerang panci di atas api? Dan saya
mencium bau yang enak dari panci itu.
Mbok : Nak, sebenarnya yang ibu masak di panci itu adalah empat buah
batu, Ibu hanya ingin, menghibur hati anak-anak bahwa akan ada
makanan yang mereka tunggu setelah bangun dari tidur.
Raja : (Terharu dan memegang tangan mbok Rondo) Ibu, hati ibu baik.
Karena itu, maukah ibu menolong saya memasakkan makanan? Ini
ada sedikit uang dan ibu bisa membeli beras serta lauk pauk untuk
anak-anak itu.
Mbok : Jangan nak, apa yang telah saya lakukan untukmu, sehingga engkau
memberi uang?
Raja : Terimalah uang ini Ibu, saya telah mendapatkan sebuah pelajaran.
Bahwa kasih ibu tidak ada duanya. Pakailah uang itu berbelanja,
sebelum anak-anak bangun. Tuhan telah mendengar doa ibu.

Narator :
Adik-adik, mbok Rondo sangat bahagia bisa membelikan makanan untuk anak-anaknya. Rajapun mendapatkan pelajaran, ketulusan hati mbok Rondo dalam doa dan pengharapan, bahwa Tuhan akan menolong keluarganya. Kemudian Raja melanjutkan perjalanannya.


Narator :
Suatu hari, raja melihat pertengkaran antar dua orang wanita yang memperebutkan seorang bayi. Apa yang terjadi?
Wanita1 : Ini anakku! Lihat, ada tahi lalat di bibirnya.
Wanita 2 : Bukan, bayi yang mati itu (Sambil menunjuk keranjang, berisi mayat
bayi dalam lampin). Itu anakmu!
Wanita 1 : Tidak! Dia anakmu, ini anakku.
Raja : Adakah yang bisa dibantu, saudara-saudaraku?
Wanita 1 : Dia mengakui bayi yang hidup ini adalah anaknya, padahal anak dia
sudah mati.
Wanita 2 : Dia bohong! Bayiku yang hidup.
Raja : Saudara-saudaraku aku tidak tahu mana yang benar di antara kalian,
aku juga tidak membela satu dari antara kalian. (Raja mengambil
pedang dari balik bajunya, meminta bayi dan mengangkat
pedangnya) Aku akan membagi dua, dan kalian mendapat masing-
masing sepotong.
Wanita 2 : Ya, itu sangat adil!
Wanita 1 : Jangan lakukan itu. Biarlah bayi ini menjadi anaknya, asal dia tidak
dibunuh.
Raja : (Menyarungkan pedangnya dan memberikan bayi kepada wanita 1)
Ibu ini anakmu, jagalah dia baik-baik.
Wanita 2 : Bagaimana engkau ini!? Kenapa kau berikan bayi itu kepadanya.
Raja : Seorang ibu tidak akan tega melihat anaknya disakiti. Kau
pembohong. Aku tidak melaporkan kepada Raja, asalkan kau tidak
mengulangi perbuatanmu dan kuburkan bayimu baik-baik.
Wanita 1 : Bapak yang baik, kenapa kau melakukan ini kepada kami? Raja : Ibu, Tuhan mengajarkan kepada kita untuk berbuat jujur, mengasihi
dan bijaksana.
Wanita 1 : Siapakah Tuhanmu? Apakah dia seorang raja?
Raja : Ya Tuhanku adalah seorang Raja Damai, yaitu Yesus Kristus, yang
dilahirkan di kota Bethlehem.
Wanita 1 : Aku pernah mendengarnya. Ceritakan lagi tentang Bayi yang lahir
Di Bethlehem itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar